Menurut
Sahibulhikayat, sebelum bernama Bintan pulau ini disebut Pulau Putih. Sesudah
itu, ada orang tua-tua mengatakan bahwa asal mula Pulau Bintan itu dari kata
bentan. Berarti kembali sakit yang diderita terdahulu, karena tersalah makan.
Ada pula orang tua-tua lain mengatakan, bahwa asal Bintan berasal dari kata
lebai atau orang alim yang terdampar di Pulau Putih itu.
Namun
kata “berintan” dari sebutan “gunung berintan”, atau gunung yang memiliki
intan-permata, lebih banyak diceritakan orang.
Alkisah,
terkenallah cantik-rupawannya putri Lencana Muda di Pulau Putih. Tidak heran
pinangan datang dari anak raja-raja negeri tetangga, seperti putra raja Pagaruyung
dan anak raja Lingga bernama Alam Syah. Mereka mengirimkan utusannya untuk
melamar Putri Lencana Muda yang jelita itu.
Raja
Johan Syah menunjuk Panglima Bongkok Lela Bangsawan gelar Sri Guman, untuk
menyambut para utusan Raja Pagaruyung dan Raja Lingga yang datang meminang
putri baginda disaat itu. Konon, utusan Raja Lingga bernama Tun Raja gelar Sri Gumaya,
orangnya kasar, pemberang, dan gagah-berani. Karena dipandang pogah, kurang
sopan santun, maka lamaran Alam Syah Raja Lingga yang disampaikan oleh Sri
Gumayang ditampik. Sebaliknya, pinangan anak Raja Pagaruyung akan berpermaisuri
Putri Lencana Muda itu diterima dengan baik dan direstui Baginda Johan Syah
raja di pulau Putih.
“Hai.
Bedebah!” gertak Sri Gumayadengan murkanya,”berani sungguh orang kaya menampik
pinangan raja kami. Ehm... laknat. Kalian rasai balasan dari kami, raja Kuasa
di Lingga”
“Ikan
bawal, si ikan pari.” Sahut Panglima Bongkok Lela Bangsawan dalam
seloka,”Disitu menjual, tetap kami beli”. Tegas Sri Guman.
Kemurkaan
Sri Gumaya pun memuncak. Utusan Alam Syah raja Lingga itu pun mengamuk, dan
terjadilah huru-hara di Pulau Putih. Dalam kecamuk perang tanding, gagah beradu
kederad (kekuatan) ilmu dalam. kebal
beradu perkatahan pasha. Umpamakan singa lapar bertarung dengan buaya
terlepas mangsa, begitulah dahsyatnya perang-tarung Panglima Bongkok Lela
Bangsawan melawan Tun Jaya gelar Sri Gumaya itu.
“Rasailah
kalian” petik Sri Gumaya seraya mengangkat tampin, karung sagu, perangkat
pinanganyang dibawanya. Dan dengan secepat kilat, tampan sagu itu dihempaskan
ke gunung Putih dihadapannya.
“Buuur...
dum!” Alam Pulau Putih menggelegar, cahaya kuning kemerah-merahan pun
memancar-mancar.”Biaaar!” kema membela bumi, sinar pun menyala terang . setelah
padam sinar putih keperak-perakan,”Blas!” gemerlapan di lingkungan itu.
Panglima
Bongkok pun mengeluarkan ilmu saktinya, dengan berdiri kaki tunggal seraya menjuruskan pancung-laksemaya ditangan
menyilang ke arah Pulau Lingga,”Blas, dum-dum!”bergema dahsyat disana, dan
alih-alih (tiba-tiba) dalam sekejap mata Gunung Daik di Pulau Lingga yang bercabang tiga patah satu
puncaknya terguling melewati istana, lalu tercebur ke dalam laut.
“Buuur ...“
hilah puncak gunung, Singa menangis kebanggan Alam Syah Raja Lingga.
Sementara
gunung-gunung perbukitan dikaki Gunung Putih cahaya gemerlapan terus
memancar-mancar,”Blas... blas...” putih berkilau-kilau, seumpama bintang
kezhora terbit pagi hari. Cahaya intan masih tersembunyi.
Konon pula
beberapa abad kemudian, tatkala Gunung Daik dahulu bercabang tiga patah satu
tinggal dua. Gunung putih lekak melekuk ditengah, sepihan tanahnya menjadi
Gunung Demit terletak di kaki gunung-genangnya. Dikala itulah berdatangan
saudagar Arab, India, dan Jawa. Mereka membeli kulit kayu tengah, dan buah
pinang yang merupakan hasil penduduk Bukit Batu di lereng Gunung Bukit Piatu
bersebelahan Gunung Demit.
“Masya
Allah, Intan! Ada Intan !” kata saudagar Arab seraya menunjuk-nunjuk ke dalam
karung-goni buah pinang yang dibelinya,”Ada intan disini,” katanya dengan
girang.
“Intan?”
saudagar-saudagar yang lain bertanya serentak,”Ada intan di pulau ini? Begitu
banyaknya intan itu, hingga masuk kedalam karung-goni buah pinang?” Mereka
bertanya kesana-sini.
“Mungkin...
mungkin...” anak cucu Panglima Bongkok Lela Bangsawan keturunan Sri Gumam mengingat-ingat.”Ya,
mungkin sekali intan itulah yang berahaya gemerlapan. Sinar kemilau, sejak hempasan
tampin sagu zaman Tuk Keripun.
Tampin sagu
Sri Gumaya utusan Raja Lingga, jadi segunung berintan?”
Gunung-genang
Pulau Putih di darat Perigi Tujuh Bukit Tajas itupun dirambah dandigali, mereka
mendulang intan.
“Segunung
berintan, di Pulau Intan!”
“Ya, Pulau
Intan!” penduduk di lingkungan Pulau Putih bersorak-sorai,”Pulau Putih menjadi
Pulau Intan!” kata mereka.
“Pulau
berintan,” saudagar-saudagar Arab, India, dan Jawa ikut bersuara bersama-sama
penduduk setempat.
“Pulau
Be-intan... bein-tan ! Bentan... Bintan! Lidah Melayu penduduk setempat
mengucapnya,”Beintan”.
“Bentan...
Bintan,” berarti ber-intan, pulau berisi intan yang akhirnya disebut “Bintan”
asal “Ber-intan” atau “Bentan” dengan cahaya memanca rgemerlapan.
Hi mas masku
BalasHapusteman kamu pada menang puluhan juta
ayo giliran kamu! menangkan sekarang juga
Pilih Agen Poker & DominoQQ Yang Terpercaya?
PIN BB : D61E3506
Whatsapp : +85598249684
L ine : Sinidomino
judi poker
Kok Banyak banget si
Hapus